Oleh: Nia Nur Pratiwi, S.Pd.
(Penulis, Manager Penerbit Yayasan Masyarakat Indonesia Sehat)
Dunia anak-anak tak bisa dipisahkan dari sebuah tayangan bernama kartun. Kartun bisa jadi sebagai sebuah mediasi karakter seorang anak. Pasalnya, kartun akan membawa suasana menjadi enjoy atau bisa dikatakan mereka adalah mahluk yang paling menikmati hidup dibandingan orang dewasa. Keadaan inilah yang mendasari bahwa tontonan yang mendidik dan menggunakan nilai-nilai karakter harus diterapkan sejak dini, karena akan sangat berpengaruh nantinya pada saat beranjak dewasa. Misalnya pada era 90an sampai dengan tahun 2000 atau biasa kita sebut dengan era milenial banyak kartun-kartun dengan nuansa karakter sangat kuat. Misalnya kartun berjudul Captain Tsubasa. Kartun ini mengajarkan kita akan kekompakan sebuah tim pada perlombaan sepak bola. Kartun yang lain ada Cyborg Kuro-chan yaitu kisah seekor kucing. Kemudian ada kartun berjudul Dragon Ball yang sangat populer hingga sekarang. Dragon Ball menceritakan mengenai persahabatan di antara tokoh yang ditampilkan (Zaharani, 2019: 23).
Tidak dipungkiri kartun juga masih sangat digemari oleh kalangan dewasa. Setiap sesi ceritanya mengandung arti dan makna yang dapat dipelajari dari karakter untuk anak-anak ataupun kalangan dewasa. Sehingga tidak perlu menonton tayangan semacam Sinetron dan sejenisnya yang lebih banyak retorika cinta. Seseorang akan berimajinasi lebih jauh lagi tatkala ia menemukan sesuatu yang ia sukai. Misalnya kebiasaan kecil yang ia bawa sampai dewasa yakni kecenderungan dalam berimajinasi. Menurut Suhartin anak dibagi menjadi beberapa bagian yang ditandai dengan fisik yang berbeda, yakni pertama usia 0-1 tahun disebut dengan bayi. Usia 1-3 tahun disebut masa balita. Usia 3-6 tahun disebut sebagai anak pra sekolah dan yang terakhir yakni anak dengan usia 6-12 tahun disebut dengan masa sekolah bagi anak anak (Suhartini, 2003: 78).
Perkembangan anak-anak sangat ditunjang dengan segala bentuk pengaruh, baik itu pengaruh dari dalam dirinya maupun pengaruh dari luar lingkungan. Sebuah riset yang meneliti mengenai perkembangan anak-anak, bahwasannya anak usia 6-12 tahun memiliki daya tahan ingatan yang masih sangat kuat seperti kuatnya baja yang sangat sulit untuk dibengkokkan. Anak sudah memulai untuk mengambil setiap pembelajaran dari lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap setiap perkembangan pemikiran. Mereka tidak lagi berpikir sebagai regosentris, artinya anak tidak lagi memandang diri sendiri sebagai pusat perhatian, namun mereka mulai memperhatikan keadaan sekelilinnya dengan pandangan yang jujur atau objektif, sehinggga timbul keinginan untuk memahami kenyataan dan mendorong untuk menyelidiki segala sesuatu yang ada di lingkungan.
Penelitian ini menekankan bahwasannya setiap anak-anak memiliki usia emas yang terlalu berharga bila hanya dibiarka begitu saja tanpa adanya apresiasi untuk anak. Dari tahapan tersebut, maka dapat ditebak bahwa anak dalam rentang usia 6-12 tahun menjadi sangat peka terhadap lingkunga sekitar, ketika dia mampu untuk mengidentifikasi setiap hal-hal yang terjadi di lingkungannya. Belajar dari lingkugan, artinya mereka akan belajar dengan media apapun yang tersedia bisa dari televisi, video di situs youtube, ataupun mereka dapat menonton dari VCD dan hal lain sejenis (Suhartin: 2000, 78). Menindaki setiap kegiatan ini tentunya setiap anak memiliki daya imajinasi yang berbeda-beda dibandingkan dengan anak satu dengan yang lain.
Daya imajinasi ini tentunya lama kelamaan akan menimbulkan sebuah karakter yang melekat pada anak-anak. Ada sebuah teori yang menyebutkan bahwasannya manusia meniru apa yang dilihatnya, apalagi seorang anak yang sangat kuat ingatannya. Sehingga, apapun yang dia lihat, dia dengar akan dianut juga dalam perilaku sehari-hari, atau sebagai referensi dalam melakukan tindakan anak yang bersangkutan. Proses anak dalam meniru sebuah perilaku disebut sebagai imitasi, artinya replikasi atau peniruan secara langsung dari perlikau yang diamati. Setelah anak-anak melakukan proses imitasi, kemudian dia akan melakukan proses identifikasi yakni meniru secara khusus yang mana sebisa mungkin anak akan meniru hal yang dianggap ia sukai dan tidak meniru apa-apa yang dia lihat, serta memiliki pandangan umum dalam melakukan peniruan tingkah laku (Luviani & Deliana, 2020: 20).
Dalam sebuah kartun, tentunya sangat beragam hal yang bisa anak-anak peroleh diantaranya, pertama, bertingkah sesuai usia. Bertingkah sesuai dengan usia yang dimaksud adalah anak dibawa dalam arus dunia mereka yang asli yakni dunia imajinasi anak-anak yang sangat kental dengan nuansa keceriaan, bebas tanpa dosa serta menikmati hidup tanpa beban yang dapat dicerminkan dengan tertawa lepas, serta melakukan semua kegiatan dengan keceriaan. Kedua, menghargai lingkungan, contohnya ketika kartun itu berbentuk hewan, tumbuhan serta menggambarkan alam sekeliling maka anak akan cenderung untuk menjaga sebagaimana apa yang mereka lihat di dalam tontonan mereka yang pada akhirnya menuntun mereka untuk bisa menjaga alam sekitar. Karena anak akan berpikir kalau dia merusak nya maka akan ada sebuah ekosistem yang tak seimbang serta tidak akan seperti apa yang ada di dalam tontonan mereka.
Ketiga, memperoleh pengetahuan yang baru (Fahruddin dkk, 2020: 3). Misalnya, ada jenis-jenis kartun yang sangat banyak serta menawarkan pengetahuan yang akan diperoleh saat mereka menonton tayangan tersebut. Jika anak dapat dibawa pada menelusuri pengetahuan dengan suasana ceria dan menyenangkan seperti dengan menonton kartun, di antaranya seperti kartun-kartun edukasi yang dulu sangat banyak bermunculan hingga sekarang, dari kartun berbentuk manusia seperti kartun berjudul “Keluarga Pak Somad” yang mengedukasi, hewan seperti kartun berjudul “Finding Nemo”. benda-benda mati yang dapat hidup dan berbicara seperti kartun berjudul “Thomas and Friend”, perkakas yang bisa membantu dan bercerita seperti dalam kartun berjudul “Handy Many” serta tumbuh-tumbuhan yang mana dapat di berikan sebuah pengetahuan melalui dialog dan pembicaraan kartun kartun yang ada di dalamnya.
Keempat, Nilai Moral dan etika yang disampaikan secara kreatif. Nilai moral ini disampaikan dalam bentuk kreatif dan sangat meyenangkan serta membuat anak akan merasa bahagia dan cepat menangkap apapun yang disampaikan oleh kartun favorit mereka, sehingga mereka dapat mengaplikasikan dalam hari-hari mereka. Seperti kartun yang disampaikan oleh para perkakas yang saling tolong menolong dalam membantu tukang bangunan dalam menyelasaikan pekerjaan sebagai tukang bangunan.
Ada lagi kartun lebah Honey Bee Hutchi yang menggambarkan kasih sayang seorang anak kepada ibunya, bagaimana perjuanga dia untuk mencari ibunya hingga hidup sebagai sebatang kara, yang dalam perjalanan mencari ibunya tersebut banyak sekali rintangan yang dihadapi hingga ia selalu memberikan kesan baik dari setiap kisah yang disajikan oleh kartun tersebut. Anak-anak akan dibawa pada dunia mereka yang sangat sederhana namun berharga.
Dewasa ini sebenarnya telah dibuktikan bahwa kecanggihan beragam teknologi yang mengalihkan dunia anak-anak dari menonton kartun. Anak-anak sudah disibukkan dengan tugas sekolah, pulang sore serta, disibukkan dengan bermain game online yang terkadang menimbulkan sikap individualisme, acuh terhadap lingkungan sekitar, tak bisa peka tehadap keadaan. Kalaupun mereka tumbuh dalam kondisi yang ceria tapi, pada saat dewasanya nanti tidak akan ada kenangan menonton kartun yang paling disukai dengan judul yang beragam dan cerita yang bermacam-macam. Sebenarnya akan menyadari bahwa, menonton kartun dapat menumbuhkan karakter kreatif yang berbeda dari anak-anak yang ketika kecilnya jarang menyaksikan tayangan kartun (Pebriani, 2021: 51-59).
- Fahruddin, F., Astini, B. N., Suarta, I. N., & Shavina, H. R. (2022). Dampak Tayangan Film Kartun Terhadap Perilaku Anak Usia 5-6 Tahun. Indonesian Journal of Elementary and Childhood Education, 3(1), 373-379.
- Luviani, A., & Delliana, S. (2020). Pengaruh Terpaan Tayangan Animasi Nussa Official (Cuci Tangan Yuk) Di Youtube Terhadap Perilaku Imitasi Anak. Jurnal Mutakallimin: Jurnal Ilmu Komunikasi, 3(2).
- Pebriandini, N. (2021). Analisis Nilai-Nilai Karakter Anak Dalam Film Kartun Animasi Nussa Dan Rarra. Jurnal Edukasi, 1(1), 51-59.
- Suhartini, Andewi. 2007. Belajar Tuntas: Latar Belakang, Tujuan dan Implikasi. Jurnal Lentera Pendidikan, Edisi X, No.1.
- Zaharani, E. S. 2019. Analisis Deskriptif Perilaku Anak dalam Film Kartun Shiva (Bachelor’s thesis, Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).