Oleh: Andrio Slamet Sodikin, S.Pd. (SDN 1 Karangkemiri, Pekuncen, Banyumas, Jawa Tengah)
Siang itu cuaca terlihat terik, matahari seperti memanggang bumi. Rania pulang sekolah dengan langkah gontai dan tertunduk lesu. Dia sangat sedih karena tadi teman-teman mengejeknya. Sepatunya yang sudah usang bolong dan terlihat menganga semakin lebar sehingga membuat teman-teman menertawainya.
Sesampainya di rumah, dia mengurung diri di kamar dan tidak mau makan sampai ibu mengetuk pintu dan bertanya kepadanya, “ Rania, kenapa sayang? Tumben anak Ibu yang biasa ceria sekarang sedih, kenapa? Coba ceritakan pada Ibu, Nak!” Ibu berkata lembut sambil mengelus kepala Rania.
“Ibu, bolehkah Rania besok ijin tidak sekolah dulu?” tanya Rania pada ibunya dengan hati-hati.
“Kenapa sayang? Ada masalah apa?” tanya Ibu balik sambil berkerut heran.
“Aku malu diejek teman-teman karena sepatuku rusak, Bu” kata Rania sambil mulai menangis terisak.
Ibupun terdiam, sedih tak bisa berkata-kata karena sadar bahwa keadaan mereka sekarang memang sedang memprihatinkan. Ayah Rania yang baru kena PHK belum mendapatkan pekerjaan kembali sehingga untuk biaya makan sehari-hari saja susah. Ibu hanya bisa menghibur Rania dan berkata, “ Sabar ya Nak, besok kalau ada rezeki kita beli sepatu baru untuk kamu. Yang terpenting kamu harus janji tetap berangkat sekolah agar pelajaranmu tidak tertinggal”. Rania hanya bisa mengangguk sambil memeluk ibunya.
Pagi-pagi sekali Rania berangkat sekolah dengan perasaan lebih bersemangat dari hari kemarin. Dia sudah tidak ingin memperdulikan ejekan teman-temannya nanti, karena dia hanya ingin belajar dan meraih prestasi sebaik mungkin seperti pesan ibunya. Suasana sekolah masih lengang karena jarum jam baru menunjukkan pukul 06.00. Gerbang sekolah pun masih tertutup rapat. Rania menunggu teman-temannya datang di depan gerbang. Tiba-tiba dia melihat seonggok benda hitam di bawah pintu gerbang sekolah. Ketika dia mendekat dan mengambil benda itu, dia terkejut bukan kepalang karena ternyata benda itu adalah sebuah dompet. Dengan tangan gemetar diambilnya dompet itu dan dengan sangat hati-hati dia membukanya. “ Astaghfirullah, banyak sekali uangnya. Aku bisa membeli sepatu baru dengan uang ini” pikir Rania sambil celingukan takut ada yang melihat. Ternyata tidak ada orang sama sekali di sekitar gerbang sekolah. Dia bergegas memasukkan dompet itu ke dalam tasnya.
Tak lama kemudian, penjaga sekolah datang dan membuka gerbang, anak-anak yang sudah mulai berdatangan segera masuk kelasnya masing-masing. Di dalam kelas Rania sama sekali tidak bisa fokus mengikuti pelajaran, apa yang disampaikan Bu Guru Ida masuk telinga kanan dan keluar lewat telinga kiri. Kepalanya penuh dengan pikiran tentang dompet, uang di dalamnya, dan rencananya membeli sepatu baru dengan uang itu. Hingga bel pulang sekolah pun berdentang, Rania bergegas pulang dan sengaja lewat jalan memutar melewati pasar dan toko sepatu yang ada di pinggir jalan. Rania masuk ke dalam salah satu toko sepatu yang menjual berbagai model sepatu untuk anak sekolah. Matanya memandang takjub pada sepatu-sepatu yang kelihatan sangat bagus baginya. Ada satu sepatu yang membuat dia terpikat tetapi harganya dua ratus ribu, dan itu bukanlah nominal yang sedikit baginya. Pelayan toko mendekati Rania dan bertanya, “Mau pilih yang mana, Dik?”. Rania bimbang, antara keinginan kuat untuk membeli sepatu baru dan pesan ibunya yang tiba-tiba terngiang dikepalanya.
“Rania, jika suatu saat kamu menemukan sebuah barang yang bukan milikmu, jangan sekali-kali kamu mengambil atau bahkan kamu gunakan barang itu karena itu sama saja mencuri Nak. Kamu tahu kan, mencuri itu perbuatan yang sangat tidak terpuji?”.
Akhirnya Rania memutuskan untuk tidak jadi membeli sepatu itu, dia kemudian berkata pada pelayan toko tersebut, “ Maaf Mba, saya lihat-lihat dulu ya.. ternyata uang saya masih kurang”.
“Oh ya, tidak apa-apa Dik. Dikumpulin dulu ya uangnya, nanti kalau sudah cukup datang kesini lagi” kata Mba pelayan ramah.
Rania pun segera pulang menuju rumahnya, sesampai di kamar dia membuka kembali dompet itu dan menemukan kartu identitas di dalamnya. Ternyata dompet tersebut milik Pak Ahmad yang tak lain adalah kepala sekolahnya. Tanpa pikir panjang, Rania langsung bergegas menuju rumah Pak Ahmad tanpa berganti baju terlebih dahulu.
Tok..tok.. tok.. Rania mengetuk pintu rumah Pak Ahmad sambil mengucap salam, “Assalamu’alaikum.. “. Pintu rumah terbuka dan Pak Ahmad menjawab salam Rania, “Waalaikumsalam.. loh, Rania.. ada apa, Nak?”.
“Maaf Pak, saya mau mengembalikan dompet ini, tadi pagi saya menemukannya di depan gerbang sekolah. Tapi saya baru tahu kalau dompet ini ternyata milik Bapak” kata Rania menjelaskan dengan hati-hati.
“Masya Allah, alhamdulillah.. akhirnya ketemu juga, Bapak tadi sudah mencari kemana-mana Rania. Terima kasih ya kamu sudah mau mengantarkan dompet ini”. Pak Ahmad pun merasa sangat bersyukur dan kagum atas kejujuran Rania. Dia mengambil tiga lembar uang seratusan ribu dan memberikannya kepada Rania sebagai imbalan, tetapi Rania menolak.
“Tidak usah, Pak. Saya ikhlas mengembalikan dompet Bapak karena ini bukan kepunyaan saya. Kalau begitu saya pamit dulu Pak, assalamu’alaikum.. “. Rania hendak pamit ketika Pak Ahmad tiba-tiba memanggilnya kembali.
“ Rania, tunggu.. ini ada sepatu baru punya anak Bapak yang kebetulan kekecilan dan tidak dipakai, maukah kamu memakainya?” tanya Pak Ahmad yang iba melihat sepatu Rania yang rusak tetapi memilih menolak menerima pemberian uangnya.
“Wah, bagus sekali sepatunya.. benarkah ini untuk saya Pak?” tanya Rania tidak percaya.
“Ya, Nak.. bawalah pulang dan pakailah besok untuk bersekolah, selalu tanamkan kejujuran dimanapun kamu berada ya..” pesan Pak Ahmad pada Rania sambil mengusap punggungnya.
“Baik, Rania akan ingat pesan Bapak, terima kasih, Pak.. Rania pulang dulu.. assalamu’alaikum.. “ pamit Rania.
“Wa’alaikumsalam.. “ jawab Pak Ahmad sambil tersenyum memandangi Rania sampai bayangannya hilang di ujung gang.
Rania pun pulang dengan suka cita. Kejujurannya telah memberikan balasan yang tak pernah disangkanya dan dia tak henti bersyukur kepada Allah swt sepanjang jalan menuju rumahnya.